Dalam menghadapi pandemi yang mengancam kehidupan dan ekonomi, dunia dipersenjatai dengan tiga penemuan Islam berusia milenium.
Dengan lebih dari 1,2 juta kasus yang tercatat di seluruh dunia, pandemi coronavirus telah membuat seluruh dunia waspada. Kematian telah mencapai hampir 60.000 dan jika bukan karena penemuan sabun, alkohol, dan karantina, jumlah kasus akan lebih tinggi.
Sifat umum di antara penemuan-penemuan itu, selain dari efisiensinya dalam membatasi penyebaran COVID-19, juga peran penting ilmuwan Muslim dalam perkembangan temuan ini.
Sabun
Mencuci tangan dengan sabun dan air dapat membunuh virus yang mungkin ada di tangan kita. Kurang lebih begitulah rekomendasi pertama di situs web Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sabun telah digambarkan sebagai senjata utama sejak dimulainya wabah COVID-19 global, ibarat pulpen bagi siswa/mahasiswa walaupun pulpennya sering hilang, tetapi para ahli kesehatan menekankan pentingnya mencuci tangan secara teratur dengan air dan sabun.
Sementara sabun mandi yang kita kenal sekarang diproduksi pertama kali di Timur Tengah selama abad ke-10, hari-hari awal dari apa yang biasanya disebut sebagai zaman keemasan Islam.
Dokter Persia, ahli alkimia, dan filsuf Persia Abu Bakar Muhammad Ibn Zakariya Al Razi (854-925), yang dikenal di Barat sebagai Rhazes atau Rasis, menjelaskan beberapa resep untuk pembuatan sabun.
Resep-resep itu pertama-tama memposisikan Suriah sebagai pengekspor utama sabun ke bagian-bagian lain dunia Islam dan Eropa. Pada abad ke-13, produksi sabun menyebar ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, dengan sumber-sumber di Fez, Nablus, Damaskus, dan Aleppo.
Alkohol sebagai desinfektan
Alkohol sudah sangat lama digunakan sebagai obat bius. Sejarawan melacak penemuan penyulingan alkohol, proses produksi minuman beralkohol, hingga awal 2000 SM di Peradaban Lembah Indus. Namun, penggunaan medis modern dari alkohol sebagai disinfektan kembali pada Zaman Keemasan Islam.
Dalam ensiklopedia medisnya "Al-Hawi," diterjemahkan ke “The Comprehensive Book on Medicine” atau "Buku Komprehensif tentang Kedokteran," Al Razi berpendapat untuk penggunaan alcohol sebagai antiseptik pada luka sebelum, selama, dan setelah operasi.
Metode desinfeksi diperkenalkan di rumah sakit pertama Baghdad, dibangun pada 805 oleh Khalifah Harun al-Rashid. Praktek ini menyebar ke seluruh dunia Islam berkat keberhasilannya dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien yang menjalani operasi.
Penemuan efek desinfektan alkohol menyebabkan Bahasa Eropa mengadopsi nama asli al-Kuhul, yang berarti "esensi," mengacu pada metode distilasi.
Saat ini, permintaan global akan medical alcohol telah mencapai puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gel antiseptik berbasis alkohol telah menjadi sangat penting untuk menjaga tangan bebas dari virus corona.
Karantina untuk mengekang penularan
Pada akhir Maret, lebih dari sepertiga populasi dunia berada dalam situasi karantina. Banyak pemerintah di seluruh dunia memberlakukan lockdown besar-besaran untuk mencegah penyebaran coronavirus.
Ada beberapa catatan sejarah isolasi yang mirip dengan konsep karantina hari ini. Pertama, penggunaan karantina untuk mengendalikan penyebaran penyakit muncul di "The Canon of Medicine," sebuah ensiklopedia medis lima jilid yang disusun oleh polymath Muslim Persia Ibnu Sina (980-1037), yang dikenal sebagai Avicenna.
Ibnu Sina adalah orang pertama yang menetapkan metode untuk menghindari penularan melalui isolasi sanitasi 40 hari. Dia menyebut metode "al-Arba'iniya" (yang keempat puluh), diterjemahkan secara harfiah ke "quarantena" dalam bahasa Venesia awal.
Karantina adalah praktik wajib di rumah sakit di seluruh dunia Islam untuk mencegah penyebaran kusta, penyakit menular yang menyebabkan luka pada kulit.
Karantina menjadi lebih umum di Eropa, terutama di titik pertemuan pedagang lintas benua; seperti Venesia, selama dan setelah wabah Black Death pada abad ke-14 dan ke-15. Istilah "quarantena" menunjukkan periode empat puluh hari di mana semua kapal harus diisolasi sebelum penumpang dan kru bisa mendarat.
Keberhasilan metode dalam mengendalikan penyebaran epidemi menyebabkan bertahannya istilah "karantina" hingga saat ini. Karantina sekarang menunjuk semua jenis isolasi sanitasi, bahkan ketika durasinya tidak empat puluh hari.
masih banyak temuan-temuan para cendekiawan, ilmuwan pada masa kejayaan islam yang telah menghasilkan banyak kontribusi terhadapat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. dan tentunya, hal ini merupakan kebanggaan bagi kita, umat yang memiliki warisan yang indah, kaya dan cerdas .
namun pertanyaannya sekarang, sebagai muslim apa yang telah kita perbuat?
Sumber Pustaka
- https://www.moroccoworldnews.com/2020/04/298605/three-islamic-inventions-leading-the-global-fight-against-covid-19/
- https://muslimobsession.com/masa-keemasan-islam/
"semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. sampai jumpa di artikel-artikel berikutnya, jangan lupa share"