Nur Alisya Ibrahim1), Muchlis2), Siti Halija3), Ahmad Sahabuddin4) Amriani Anrah
Laboratorium Fisika Modern Universitas Negeri Makassar
Abstrak - Telah dilakukan percobaan Interferometer Michelson. Tujuan dari percobaan ini adalah memahami prinsip kerja/konsep Interferometer Michelson dan mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam percobaan. Percobaan ini dilakukan dengan cara seberkas cahaya laser menumbuk beam splitter. Beam splitter ini berfungsi memecah berkas sehingga ½ cahaya yang jatuh padanya dipantulkan dan ½ sisanya diteruskan. Berkas cahaya pantul bergerak menuju M2 dan berkas cahaya yang diteruskan bergerak menuju M1. Kedua cermin M1 dan M2 kemudian memantulkan kembali berkas-berkas cahaya tersebut kembali ke beam splitter. Setengah dari masing-masing berkas cahaya pantul dari M1 dan M2 kemudian di teruskan ke viewing screen, dan teramati pola lingkaran gelap terang (frinji) diakibatkan karena terjadinya interferensi maksimum (konstruktif) dan interferensi minimum (destruktif). Dari hasil analisis data diperoleh nilai panjang gelombang laser He-Ne sebesar 649,1 nm.
Kata kunci: Interferometer Michelson, Laser He-Ne, Panjang Gelombang
Abstract - Michelson Interferometer experiments have been carried out. The purpose of this experiment was to understand the working principle / concept of the Michelson Interferometer and measure the wavelength of the light source used in the experiment. This experiment was carried out by means of a beam of light laser pounding the beam splitter. This beam splitter functions to break the file so that the ½ of the light falling on it is reflected and the remaining half is continued. The beam of reflected light moves towards M2 and the beam of light that is continued moves towards M1. Both Mmirrors1 and M2 then reflect back the beam back to the beam splitter. Half of each beam of reflected light from M1 and M2 is then forwarded to the viewing screen, and it is observed that the pattern of dark circles of light (fringes) is caused by the occurrence of maximum (constructive) interference and minimum (destructive) interference. From the results of data analysis the value of He-Ne laser wavelengthis 641,9 nm.
Keywords: Michelson Interferometer, He-Ne Laser, Wavelength
PENDAHULUAN
Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai rambatan gangguan periodik melalui suatu zat perantara. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan mengapa segera setelah Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang elektromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang elektromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter;namun, karna zat ini belum pernah termati dalam percobaan, maaka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu-satunya hanyalah untuk merambatkan gelombang elektromagnet (Krane, 1992).
Pada tahun 1882, Michelson berkolaborasi dengan Edward Morley dalam beberapa penelitian termasuk penelitian yang telah dilakukannya di Berlin dalam mencoba mengukur kecepatan eter. Morley, seorang eksperimenter yang terampil, banyak memberikan kontribusi besar dalam desain dan pelaksanaan eksperimen dengan menggunakan interferometer buatan Michelson. Sekali lagi, mereka masih menuai hasil nihil. Kelihatannya tidak mungkin untuk mendeteksi adanya gerakan dalam eter. Padahal eksperimen Michelson dan Morley ini oleh fisikawan dianggap sebagai metode eksperimen yang paling baik dari berbagai macam metode untuk mengukur kecepatan eter (Subaer, 2018).
Konsep eter ini sangat menarik perhatian karena sekurang-kurangnya dua alasan berikut. Pertama, sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah gelombang dapat merambat tanpa memerlukan zat perantara. Kedua, pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak-eterdikaitkan dengan sistem koordinat semesta agung. Keuntungan sampingan yang bakal diperoleh dari penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter, akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap “ruang mutlak” (Krane, 1992).
Cahaya memiliki sifat dapat merambat. Apabila cahaya merambat melalui dua medium berbeda akan mengalami pembiasan. Pembiasan merupakan perubahan kecepatan cahaya akibatperbedaan medium yang menyebabkan perubahan lintasan cahaya. Indeks bias dari sebuah material didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya dalam suatu zat (Riza, 2015).
Pengukuran indeks bias dapat dilakukan dengan metode interferensi. Interferensi merupakan superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik ruang. Apabila perbedaan fase 0º atau bilangan bulat kelipatan 360º, gelombang akan sefase dan berinterferensi saling menguatkan atau disebut dengan interferensi konstruktif. Sedangkan jika perbedaan fasenya 180º, maka gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi saling melemahkan disebut dengan interferensi destruktif. Interferensi menghasilkan pola – pola interferensi yang digunakan dalam penentuan indeks bias (Riza, 2015).
Berkas cahaya pada hakikatnya merupakan osilasi gelombang dari medan listrik dan medan magnet. Bila dua atau lebih berkas cahaya bertemu, kedua medan tersebut akan bergabung menurut prinsip superposisi, sehingga akan teramati gejala interferensi (Freedman, 2000).
Pengamatan gejala interferensi berdasarkan prinsip superposi si pertama kali dilakukan oleh Thomas Young. Dalam eksperimennya, Young meloloskan seberkas cahaya pada celah tunggal yang sempit dan jatuh pada dua celah yang berdekatan. Di belakang kedua celah tersebut, Young menempatkan sebuah layar untuk menangkap gejala interferensi yang dihasilkan. Percobaan ini menegaskan sebuah bukti penting bahwa cahaya pada hakikatnya merupakan sebuah gelombang (Prinsip Huygens) (Freedman, 2000).
Tahun 1881, Albert Abraham Michelson membangun interferometer berdasarkan prinsip percobaan Young. Interferometer ini akan digunakan untuk menguji keberadaan “eter”, yaitu sebuah media hipotetik yang dianggap sebagai medium perambatan cahaya. Bersama Morley, hasil percobaan Michelson menunjukkan bahwa hipotesis eter tidak dapat diterima (Freedman, 2000).
Menurut Freedman (2000), adapun syarat-syarat terjadinya interferensi adalah sebagai berikut :
- Kedua sumber cahaya harus koheren yaitu keduanya harus memiliki beda fase yang selalu tetap, karena itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama, kedua ini boleh nol tetapi tidak harus nol.
- Kedua gelombang cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama jika tidak interferensi yang di hasilkan kurang kontras.
Skema perangkat interferometer Michelson diperlihatkan dalam gambar berikut.
Dari gambar di atas seberkas cahaya laser menumbuk beam splitter. Beam splitter ini berfungsi memecah berkas sehingga 50% cahaya yang jatuh padanya dipantulkan dan 50% sisanya diteruskan. Berkas cahaya pantul bergerak menuju M2 dan berkas cahaya yang diteruskan bergerak menuju M1. Kedua cermin M1 dan M2 kemudian memantulkan kembali berkas-berkas cahaya tersebut kembali ke beam splitter. Setengah dari masing-masing berkas cahaya pantul dari M1 dan M2 kemudian diteruskan ke viewing screen, dan teramati pola lingkaran gelap-terang-gelap-terang konsentris. Oleh karena berkas cahaya interferensi bersumber dari berkas yang sama, maka berkas-berkas ini akan memiliki fase yang sama. Perbedaan fase relatif pada saat bertemu bergantung pada panjang lintasan optiknya. Panjang lintasan optik berkas cahaya pantul dapat diubah dengan menggerakkan M1. Karena berkas cahaya bergerak dua kali antara M1 dengan beam splitter maka menggerakkan M1 sejauh ¼ l menuju beam splitter akan mengurangi lintasan optik sebesar ½ l. Pada kondisi ini, pola interferensi akan berubah, jari-jari maksimum berkurang dan akan menempati posisi minimal sebelumnya (Subaer, 2018).
Maka dari itu, percobaan ini bertujuan untuk memahami prinsip kerja/konsep Interferometer Michelson dan mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam percobaan.
METODE EKSPERIMEN
Pada percobaan ini alat dan bahan yang digunakan adalah perangkat seperangkat alat interferometer (diantaranya lensa cembung 1 buah, cermin 2 buah yaitu movable mirror dan adjustable mirror, kolimator/beam splitter 1 buah, layar pengamatan/viewing screen 1 buah, dan mikrometer sekrup 1 buah), sumber sinar laser (He-Ne), dan laser alignment bench. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu pada langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah mengatur posisi laser dan interferometer pada modus Michelson. Selain itu, mikrometer juga diatur pada penunjukkan nol. Jika pada layar tersebut telah menunjukkan pola gelap terang, maka percobaan siap dilakukan. Untuk memulai percobaan putarlah mikrometer sekrup searah jarum jam hingga berubah fase sebanyak 20 kali. Setelah itu, bacalah penunjukan pada mikrometer sekrup dimana setiap skala memiliki nilai 10-6. Kegiatan dilanjutkan dengan memutar micrometer sekrup, kegiatan diulangi sebanyak 10 kali. Dari nilai-nilai dm dan jumlah frinji yang diperoleh, panjang gelombang kemudian dapat ditentukan dari persamaan λ=(2d)/N
HASIL DAN PEMBAHASAN
NST mikrometer : 0,01 μm
Tabel 1. Hubungan antara Jumlah Frinji dengan Pergeseran Cermin
dengan menggunakan analisis sebagai berikut
Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu Interferometer Michelson. Dimana Interferometer merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang sinar koheren. Sumber cahaya yang digunakan dalam percobaan ini adalah sinar laser He-Ne.
Pada Interferometer Michelson, sinar laser He-Ne dipecah oleh beam splitter atau kolimator menjadi dua sinar koheren, yaitu sebagian mengalami refleksi (dibelokkan ke cermin M2) dan sebagian lagi mengalami transmisi (diteruskan ke cermin M1). Kedua sinar tersebut akan bertemu lagi di beam splitter untuk berinterferensi dan terdeteksi pada layar pengamatan atau viewing screen menghasilkan frinji yang membentuk pola gelap terang berbentuk seperti cincin. Dimana dalam 1 frinji terdapat 1 pola terang dan 1 pola gelap.
Percobaan ini akan diperoleh perbedaan fase relatif yang bergantung pada perbedaan panjang lintasan masing-masing berkas sebelum mencapai titik pertemuan.
Dari data yang diperoleh, didapatkan data jarak terhadap jumlah frinji sebanyak 20 yang dapat dihitung dengan pola gelap terang pada layar pengamatan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan dan banyaknya jumlah frinji (N) berbanding lurus dengan pergeseran Movable mirror (dm) yang dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya nilai N (banyaknya frinji), maka nilai dm (jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan) juga menunjukkan angka yang semakin besar.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan panjang gelombang sebesar λ=|649,1±16,3|nm, nilai ini diperoleh berdasarkan persamaan λ=(2d)/N. Pergeseran cermin itu sendiri diperoleh setelah data tersebut di input kedalam grafik, dari grafik itu diperoleh y=mx, nilai m tersebut dikalikan dengan jumlah frinji (N). Sedangkan secara teori sebesar 632,8 nm, sehingga memperoleh % diff sebesar 2,57 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan fase frinji.
KESIMPULAN
- Interferometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan gejala interferensi cahaya. Interferensi cahaya sendiri merupakan perpaduan antara dua gelombang cahaya. Interferensi cahaya ini akan menghasilkan pola gelap dan terang. Jika kedua gelombang tersebut memiliki fase yang sama maka akan terjadi interferensi konskruktif (saling menguatkan) sehingga nantinya akan terbentuk pola terang, sedangkan jika kedua gelombang tidak mempunyai fase yang sama maka akan terjadi interferensi deskruktif (saling melemahkan) sehingga terbentuk pola gelap.
- Dari hasil percobaan, panjang gelombang yang diperoleh sebesar λ=|649,1±16,3|nm.
DAFTAR PUSTAKA
- Amelia Riza, dkk. 2015. Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Indeks Bias Bahan Transparan Berbasis Image Processing. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung: Bandar Lampung
- Freedman, Roger. 2000. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Erlangga: Jakarta
- Krane, Kenneth S. 1992. Fisika Modern.Universitas Indonesia: Jakarta Subaer, dkk. 2018. Modul Praktikum Eksperimen Fisika 1. Unit Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA UNM. Makassar: Jurusan Fisika UNM.