Kebanyakan orang ketika memiliki masalah kesehatan akan beralih ke ‘dr.Google’ untuk mendiagnosis diri mereka sendiri mengenai gejala kesehatannya dan juga untuk mencari berbagai saran medis. Akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa pemeriksa gejala online peluang akuratnya hanya sekitar sepertiga atau 30%.
Pengecek gejala online hanya akurat sekitar sepertiga (30%). Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hill dkk. di Universitas Edith Cowan yang diterbitkan dalam Medical Journal of Australia.
Berdasarkan penelitian Edith Cowan University (ECU) yang diterbitkan dalam Medical Journal of Australia, banyak orang beralih ke ‘dr.Google’ guna untuk mendiagnosis diri mereka sendiri mengenai gejala kesehatan serta mencari berbagai saran medis. Penelitian ini menganalisis 36 pemeriksa gejala kesehatan berbasis seluler dan web internasional (dr.Google) dan menemukan bahwa hasil diagnosis yang mereka lakukan untuk hasil diagnosis yang benar hanya 36 persen, dan hasil tiga teratas hanya 52 persen.
Diperkirakan bahwa pencarian terkait kesehatan di Google berjumlah sekitar 70.000 tiap menitnya. Dan juga hampir 40 persen warga Australia mencari informasi kesehatan online untuk mengobati sendiri.
Tentu temuan itu harusnya membuat kita berpikir sejenak. Meskipun hal ini merupakan cara yang mudah dan tidak membuang waktu lama ditengah kesibukan dan lain-lain, mengakibatkan kita mungkin akan tergoda untuk menggunakan tools ini untuk mencari tahu apa yang mungkin menyebabkan terjadinya sebuah gejala. Namun pada akhirnya sebagian besar peluang kita tidak dapat memberikan hasil yang terbaik dan bisa saja hal berbahaya dan paling buruk terjadi.
Adapun beberapa dampak negative dari pemeriksaan online ini adalah;
Efek ‘cyberchondria‘
Pemeriksa gejala online mungkin memberikan rasa aman tetapi salah. Salah satunya adalah efek Cyberchondria dimana terjadi ketika seseorang berpikiran berlebihan terhadap kondisi kesehatan. Akibatnya membuat kita salah langkah karena menjadi ‘cyberchondriacs’ dan googling mendiagnosa penyakit kita contohnya saja pada tanda awal sakit kepala.
Tetapi kenyataannya adalah situs web dan aplikasi kesehatan online harus dilihat dengan sangat hati-hati karena mereka tidak melihat sepenuhnya secara menyeluruh, mereka tidak tahu riwayat medis kita atau gejala lainnya. Bagi orang yang mungkin kurang pengetahuan kesehatan, mereka mungkin berpikir bahwa saran yang diberikan adalah akurat atau mengenai kondisi mereka tidak serius padahal sebaliknya.
Kurangnya kontrol kualitas
Penelitian ini juga menunjukan kurangnya peraturan pemerintah dan jaminan terhadap data sebagai masalah utama di balik kualitas pemeriksa gejala online. Tidak ada transparansi atau validasi nyata tentang bagaimana situs-situs ini memperoleh data mereka.
Di lain sisi pemeriksaan online ini memiliki sisi positif juga seperti;
Pemeriksa gejala online sebenarnya juga memiliki tempat dalam sistem kesehatan modern. Situs-situs ini bukan pengganti untuk pergi ke dokter, tetapi dapat berguna dalam memberikan informasi lebih banyak setelah kita memiliki diagnosis resmi dari dokter.
Pemeriksaan gejala online juga digunakan untuk efek yang baik contohnya selama pandemi COVID-19 saat ini, Layanan Kesehatan Nasional Inggris menggunakan alat-alat ini untuk memantau gejala dan lokasi ‘titik panas’ yang sangat berpotensi untuk penyakit ini.
Penutup
Penelitian ini dilakukan di Australian dimana pada umumnya warga Australia menggunakan teknologi online. Pada 2016–17, 86% rumah tangga memiliki akses internet dan sekitar 89% orang dewasa yang disurvei memiliki smart phone. Di Indonesia sendiri menurut data Statista 2019 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 95,2 juta, tumbuh 13,3% dari 2017 yang sebanyak 84 juta pengguna. Pada 2019 jumlah pengguna internet di Indonesia diproyeksikan tumbuh 12,6% dibandingkan 2018, yaitu menjadi 107,2 juta pengguna.
Bukan tidak mungkin masyarakat di Indonesia memiliki kemiripan dengan apa yang di lakukan oleh masyarakat di Australia mengenai pemeriksaan gejala online menggunakan dr.Google. Sekarang banyak sekali materi yang dapat diakses dan lebih mudah tersedia di situs web dan melalui aplikasi smartphone, dan juga akses internet yang luas telah mengubah perilaku kita mencari informasi kesehatan. Jangan sampai hal ini membuat kita mediagnosis diri sendiri terhadap penyakit tertentu, jangan sampai pada akhirnya keyakinan kita terhadap suatu penyakit dengan mendiagnosis diri sendiri tidak memberikan hasil yang terbaik dan bisa saja hal berbahaya dan paling buruk terjadi kepada kita.
Sumber Pustaka
"semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. sampai jumpa di artikel-artikel berikutnya, jangan lupa share"